Halaman

Sabtu, 21 April 2012

UJIAN NASIONAL : SEBUAH KONTROVERSI

Ujian Nasional tingkat SMA telah berakhir pada tanggal 19 April 2012, namun masih meninggalkan berbagai riak konroversi dari berbagai kalangan, baik akademisi, pengamat pendidikan, bahkan anggota dewan. Mereka masih mempertanyakan tentang manfaat yang dapat diambil dari pelaksanaan Ujian Nasional tersebut. Diluar Kontroversi yang ada, penulis ingin menyampaikan beberapa fakta lain tentang Ujian Nasional :

1. Ujian Nasional menghabiskan 580 milyar dana APBN 
    Sebuah angka yang fantatis bukan. Ya, sebuah angka yang fantatis karena bertolak belakang dengan motto"penghematan" yang kini didengungkan oleh pemerintah. Penulis membayangkan jika dana sebesar itu digunakan untuk membangun gedung sekolah yang hampir runtuh, membuat infrastruktur buat"siswa tarzan" di Banten yang harus bergantung kepada "bekas jembatan" ketika menuju sekolah, atau peningkatan SDM secara berkelanjutan. Penghematan dengan tidak melaksanakan ujian nasional, bukan berarti meniadakan evaluasi. Evaluasi tetap penting sebagai alat ukur untuk mengetahui peta mutu pendidikan di Indonesia. Sebuah lembaga survey dapat mengetahui pilihan rakyat tentang kepala daerah dengan cepat hanya dengan metode sampling. Kenapa pemerintah tidak mencoba metode ini, lebih mudah, meriah, hemat dan yang pasti tidah heboh seperti sekarang.
2. Tidak ada Ujian Nasional pada negara-negara maju 
     Seorang anggota DPR yang mengadakan studi banding ke Kanada, salah satu  negara tergabung dalam OECD, menyatakan bahwa tidak ada ujian nasional di negara tersebut. Karena ujian nasional dianggap tidak bermanfaat bagi negara tersebut. Mereka lebih fokus kepada peningkatan SDM dari pada berkutat dengan pelaksanaan ujian nasional yang menelan biaya besar. Penulispun mencoba melirik sebuah negara yang paling maju pendidikannya, negara Finlandia. Ternyata dinegara tersebut juga tidak dikenal dengan ujian nasional, bahkan lebih ekstrim, negara tersebut tidak membebani anak-anak dengan berbagai tes. Mereka lebih fokus kepada mutu proses yang sedang berlansung. Kalau begitu kenyataannya, kenapa negara yang kita cintai ini masih melaksanakan sistem ujian nasional. jawabannya ada pada pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan nasional. 
3. Ujian Nasional hampir menyesatkan berbagai kalangan 
    Hampir setiap hari melihat ritual-ritual yang dilakukan berbagai sekolah dalam menghadapi ujian nasional melalui media televisi. Berdoa, bukanlah hal yang salah karena memang itru adalah tuntunan bagi umat -umat di dunia. Tapi pengeraham massa untuk berdoa seakan-akan akan menghadapi perang besar, bukan memberi ketenangan kepada siswa melainkan mental yang dirusak dengan menanamkan mental kompetisi yang lemah. karena siswa didoktrinasi ketakutan akan menghadapi ujian. Kenyataan ini semakin diperparah dengan ritual-ritual diluar tuntunan agama, atau bahkan mengada-ada. Siswa disiapkan sebotol aqua yang diberi doa-doa, atau dengan menuliskan pensil dengan ayat-ayat tertentu. Ini membuktikan bahwa ujian nasional menciptakan ketakutan banyak kalangan dan menimbulkan kesesatan atau paling tidak tindakan sesat pada banyak kalangan.
4. Ujian Nasional mengajarkan anak Indonesia untuk tidak jujur
    Sesungguhnya pada tahun 2010 Mahkamah Agung telah melarang pemerintah melaksanakan Ujian Nasional. Tapi pemerintah tidak bergeming dan tetap melakukan ujian nasional. Satu dari ketidak jujuran pemerintah yang akan ditiru oleh para siswa. Ketidak jujuran berikutnya adalah ketika ujian nasional berlangsung, kunci jawaban telah beredar. Bahwa pemerintah menyangkal bahwa kunci jawaban itu palsu, tentu perlu penyelidikan berikutnya. Jangankan pengedar jawaban palsu, teror di ujung negeripun dapat dilacak oleh polisi kita. Tapi sekali lagi intinya adalah Ujian Nasional telah menanamkan benih ketidak jujuran pada banyak tingkatan : pendidik, siswa, kepala sekolah, kementrian pendidikan bahkan kepada pemerintah daerah. bayangkah jika siswa sudah mengenal ketidakjujuran dari sekarang, bagaimana mental mereka dikemudian hari.

(Tulisan di atas adalah rangkuman dari berbagai sumber )


Selasa, 17 April 2012

Pedoman Pengajuan Angka Kredit (Part 3 )

Setelah memahami posting terdahulu tentang angka kredit (part 1) dan angka kredit (part 2) berikut penulis lanjutkan dengan penjelasan tentang Jabatan dan jenjang pangkat guru disertai dengan syarat minimal angka kredit kumulatifnya. Pada posting ini juga penulis menyertakan beberapa sub unsur yang harus dipenuhi untuk jabatan dan jenjang pangkat tertentu. Penulis sengaja membuat tulisan ini menjadi bagian-bagian terpisah dengan tujuan agar rekan -rekan guru lebih mudah memahaminya ( semoga tidak menjadi lebih rumit).
Hal pertama yang harus dipahami sebelum menyusun DUPAK adalah rekan guru mengenal betul Jabatan dan jenjang pangkat guru. Berikut penulis berikan beberapa uraian tentang Jabatan dan jenjang pangkat guru :
A. Guru Pertama
1. Penata Muda, golongan ruang III/a , angka kredit kumulatif minimal 100        
2. Penata Muda Tingkat 1, golongan ruang III/b, angka kredit kumulatif minimal 150

B. Guru Muda
1. Penata, golongan ruang III/c, angka kredit kumulatif minimal 200
2. Penata Tingkat 1, golongan ruang III/d, angka kredit kumulatif minimal 300

C. Guru Madya
1. Pembina, golongan ruang IV/a, angka kredit kumulatif minimal 400
2. Pembina Tingkat 1, golongan ruang IV/b, angka kredit kumulatif minimal 550
3. Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c, angka kredit kumulatif minimal 700

D. Guru Utama
1. Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d, angka kredit kumulatif minimal 850
2. Pembina Utama, golongan ruang IV/e, angka kredit kumulatif minimal 1.050

    Syarat naik pangkat :
1. III/a ke III/b : minimal 3 angka kredit dari sub unsur Pengembangan
2. III/b ke III/c : minimal 4 angka kredit sub-unsur publikasi ilmiah, minimal 3 angka kredit sub unsur pengembangan diri
3. III/c ke III/d : minimal 6 angka kredit sub unsur publikasi ilmiah, minimal 3 angka kredit sub unsur pengembangan diri
4. III/d ke IV /a : minimal 8 angka kredit sub unsur publikasi ilmiah, minimal 4 angka kredit sub unsur pengembangan diri
5. IV /a ke IV /b : minimal 12 angka kredit sub unsur publikasi ilmiah, minimal 4 angka kredit sub unsur pengembangan diri
6. IV /b ke IV /c : minimal 12 angka kredit sub unsur publikasi ilmiah, minimal 4 angka kredit sub unsur pengembangan diri
7. IV /c ke IV /d : minimal 14 angka kredit sub unsur publikasi ilmiah, minimal 5 angka kredit sub unsur pengembangan diri
8. IV /d ke IV /e : minimal 20 angka kredit sub unsur publikasi ilmiah, minimal 5 angka kredit sub unsur pengembangan diri
(catatan : dari IV/c ke IV/d wajib melakukan presentasi ilmiah).

Demikian sekelumit pengetahuan penulis tentang Pedoman Pengajuan Daftar Usul Pengajuan Angka Kredit (DUPAK) berdasarkan Permendiknas No. 35 tahun 2010. Semoga posting ini bermanfaat, hal- hal specifik tentang pengajuan DUPAK akan kita bahas pada posting berikutnya. Semoga bermanfaat dan dapat memberikan pencerahan kepada rekan-rekan yang belum sempat baca lampiran Permendiknas no 35 tahun 2010.